Rabu, 11 November 2009

PERNYATAAN SIKAP TERKAIT KONFLIK KPK vs POLRI

JARINGAN MAHASISWA KATOLIK PEDULI BANGSA

ORANG MUDA KATOLIK (OMK) KOTA SEMARANG, PMKRI, PEMUDA KATOLIK, PRMK, PKKMK

Sekretariat: Jl. Dr. Cipto 238 Semarang CP: Thian (085640767304), Willy (085727187858), Luluk (081326008857)


KORUPSI PENYEBAB KETERPURUKAN BANGSA !

BANGUN KEKUATAN RAKYAT MELAWAN SISTEM KEKUASAAN YANG KORUP !

Salam Pembebasan,

Dagelan politik tentang perseteruan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) versus Polri telah membuka mata jutaan rakyat Indonesia betapa sesungguhnya upaya pemberantasan korupsi di Indonesia tidak mengalami perkembangan yang signifikan. Mengguritanya praktek korupsi di semua lini kehidupan masyarakat seakan tidak mendapat respon yang memadai dari pemerintah yang berkuasa saat ini. Komitmen pemberantasan korupsi serta klaim keberhasilan menguak sejumlah kasus korupsi di berbagai daerah pun kini tak lagi berarti jika kita menilik berbagai kasus mega korupsi yang tak kunjung terselesaikan hingga saat ini.

Diputarnya rekaman pembicaraan antara pengusaha Anggodo Widjojo dengan beberapa pihak – yang melibatkan pejabat Kepolisian dan Kejaksaan Agung – dalam Sidang Mahkamah Konstitusi pada tanggal 3 November 2009 lalu seakan menyadarkan kita bahwa persekongkolan kaum pemilik modal dengan para pemegang kekuasaan masih tetap berlangsung. Diaturnya berbagai skenario dalam rekaman tersebut menunjukkan sedikitnya dua hal kepada rakyat Indonesia. Pertama, masih berkuasanya pemilik modal dalam mengatur setiap sendi kehidupan masyarakat demi kepentingan mereka. Kedua, masih bercokolnya penguasa yang pro kepada pemilik modal dalam sistem kekuasaan negeri ini. Dalam lingkup yang lebih luas, maka dapat dipastikan bahwa kepentingan rakyat miskin Indonesia tentu tidak menjadi prioritas dalam setiap pengambilan kebijakan atau policy hasil dari kolaborasi antara modal dan kekuasaan tersebut.

Di sisi lain, kisruh di tubuh lembaga penegak hukum tersebut seakan menampilkan pula secara kasat mata kegagalan lembaga negara dalam mencegah serta menangani kejahatan yang extraordinary (luar biasa) ini. Selain menelanjangi wajah asli badan penegak hukum yang terhormat, rakyat Indonesia seakan dipertontonkan akan kegagalan rezim SBY dalam membangun sinergisitas antar lembaga bentukan mereka sendiri. Selain itu, mudahnya intervensi Polri terhadap institusi KPK – melalui penahanan dua pimpinannya – ternyata membuat kita harus berpikir ulang tentang superioritas komisi negara ini dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Disinilah kekuasaan pemerintahan SBY-Boediono diuji. Kemenangan saat Pemilu 2009, yang banyak menuai protes dari berbagai kalangan, seakan menemukan momentum yang tepat untuk membuktikan diri bahwa mereka-lah yang pantas membawa bangsa ini menuju ke arah perubahan yang lebih baik. Dengan dukungan 64 persen kursi di DPR dan tidak adanya partai politik oposisi semestinya membuat SBY-Boediono dan partai koalisinya semakin leluasa dalam menuntaskan berbagai kasus mega korupsi yang telah menyunat uang rakyat Indonesia, seperti kasus korupsi dana BLBI hingga korupsi Bank Century yang telah diindikasikan berbagai kalangan melibatkan banyak pejabat teras negara. Pemerintahan SBY-Boediono harus mampu membuktikan kepada seluruh rakyat Indonesia bahwa mereka tidak akan melakukan “tebang pilih” dalam penuntasan kasus kejahatan korupsi, karena jika terbukti gagal maka rakyat Indonesia berhak untuk menarik kembali kepercayaan yang telah diberikan kepada SBY-Boediono dalam Pemilu 2009 lalu.

Korupsi adalah produk dari sistem kekuasaan yang bobrok dan tidak terkontrol. Mereka yang terlibat dalam sistem korup itulah yang harus bertanggungjawab dengan cara membersihkan diri mereka sendiri demi tegaknya kredibilitas mereka di mata rakyat. Namun jika belajar dari kasus KPK vs Polri ini, tampaknya kita sebagai bagian dari rakyat Indonesia juga harus sadar bahwa kita pun tak bisa menyandarkan harapan akan kehidupan yang lebih baik kepada penguasa semata.

Melihat realita diatas, maka kami yang bergabung dalam JARINGAN MAHASISWA KATOLIK PEDULI BANGSA menuntut :

1. Tegakkan supremasi hukum dengan memberantas mafia peradilan, menindak tegas kaum para penyuap pejabat negara, serta membersihkan lembaga penegakan hukum dari pejabat korup yang berpihak kepada pemodal karena mereka-lah yang selama ini mengebiri hak-hak rakyat melalui berbagai praktek korupsi.

2. Junjung tinggi profesionalitas para penegak hukum karena mereka-lah ujung tombak penanganan kasus kejahatan korupsi. Copot dan tindak tegas pejabat yang terbukti bersalah dan mereka yang bertanggungjawab atas kredibilitas institusi.

3. Usut tuntas setiap praktek korupsi dari pusat sampai daerah, mulai dari lingkungan istana kepresidenan, lembaga DPR, Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan karena korupsi adalah salah satu bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang mengakibatkan kemiskinan dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

4. Tuntaskan kasus mega korupsi yang hingga kini belum terselesaikan secepatnya, termasuk didalamnya kasus Bank Century yang melibatkan banyak pejabat negara dan telah merampas triliunan uang rakyat yang tidak jelas penanganannya hingga kini.

5. Sita harta koruptor untuk menyubsidi sektor pendidikan, pertanian, kesehatan, dan layanan publik lainnya karena sejatinya kekayaan yang dimiliki para koruptor itu bersumber dari uang rakyat yang telah dirampasnya.

Selain itu kami juga menyerukan kepada masyarakat agar:

1. Terus mendukung setiap upaya pemberantasan korupsi, karena bagaimanapun juga masyarakat-lah yang menjadi korban dari setiap praktek korupsi ataupun praktek politik dari sistem kekuasaan yang korup.

2. Membangun kelompok gerakan masyarakat (baik petani, buruh, kaum miskin kota, mahasiswa, dll) untuk bersama-sama melakukan kontrol dan perlawanan terhadap praktek korupsi dan sistem kekuasaan yang korup.

Perubahan ada di tangan kita, bukan di tangan pemegang kekuasaan pro pemodal. Saatnya kita bersama-sama mengupayakan transformasi atau perubahan sosial ke arah yang lebih baik.

Semarang, 12 November 2009

Yohannes Thianika Budiarsa

Koordinator

Tidak ada komentar: